Selasa, 7 Januari 2020
Jakarta,
MINDCOMMONLINE.COM-Presiden Joko Widodo memberi waktu tiga bulan bagi
kabinetnya untuk mengatasi persoalan tingginya harga gas industri guna
mendorong daya saing produk Indonesia.
“Istilahnya mungkin apa yang menyebabkan harga gas menjadi mahal. Ini yang
harus kami luruskan supaya ‘reasonable’ dan bermanfaat untuk negara,” kata
Menteri Energi, dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif terkait
“pemain gas” yang “disindir” Presiden dalam rapat di
komplek Istana Kepresidenan, Senin (6/1).
Presiden telah mengumpulkan menteri dan sejumlah institusi terkait migas untuk
membahas upaya penyesuaian harga gas industri dalam rapat terbatas di Kantor
Presiden.
Presiden mengusulkan tiga upaya untuk menurunkan harga gas industri yakni
penyesuaian jatah gas pemerintah 2,2 US dolar per MMBTU agar harga gas lebih
murah, lalu pemberlakuan “Domestic Market Obligation” (DMO) bagi gas
diberikan kepada industri, serta opsi ketiga yakni membebaskan impor gas untuk
industri.
Terkait hal itu, Arifin menjelaskan pihaknya akan memberi kepastian tentang
upaya penurunan harga gas industri yakni pada awal kuartal 2020.
Sementara itu Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menjelaskan institusinya akan
mempertimbangkan opsi yang terbaik untuk menyesuaikan harga gas industri.
Menurut Dwi opsi pertama, yakni penyesuaian jatah gas pemerintah, dapat
berdampak kepada penurunan pendapatan negara. “Tentu harus ada kenaikan
pajak di sektor lain,” ungkap Dwi.
Sementara opsi impor gas untuk industri dapat berdampak kepada melonjaknya
defisit neraca perdagangan dari sektor migas, tambah Dwi.
Selain itu, Sekretaris Kabinet Pramono Anung menambahkan Presiden memerintahkan
Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi untuk
dilaksanakan.
“Diberikan waktu sampai kuartal I pertama 2020 ini untuk bisa dijalankan
dengan harga 6 dolar AS per MMBTU,” jelas Pramono.
Menurut Pramono penurunan harga gas untuk industri tidak kunjung terjadi karena
harga gas dihulu mahal akibat banyaknya “pihak ketiga”.
“Presiden memerintahkan itu untuk dipangkas dan opsi tadi sudah
disampaikan Presiden secara terbuka,” demikian Pramono. (sr)