Kamis, 9 Januari 2020
Jakarta
(ANTARA) – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto
menegaskan wilayah Perairan Natuna tidak bisa dinegosiasikan karena merupakan
kedaulatan Indonesia.
“Itu tentu mengikat kepada Perjanjian Juanda dan UNCLOS, jadi itu
kedaulatan kita non negotiable,” kata Airlangga di Jakarta, Rabu
(8/1).
Sementara itu, terkait dampak dari ekonomi, Menko menyebut masih terlalu dini
untuk menyimpulkan imbas yang ditimbulkan, termasuk rencana investasi dari
China.
“Kita lihat saja dalam proses di BKPM ada beberapa yang udah mengajukan,
kita lihat perkembangannya,” imbuhnya.
Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri melayangkan nota protes terkait pelanggaran
Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) oleh penjaga pantai China di perairan Natuna.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan wilayah ZEE Indonesia sudah
ditetapkan oleh hukum internasional yaitu melalui berdasarkan Konvensi PBB
tentang Hukum Laut (UNCLOS).
“China merupakan salah satu party dari UNCLOS 1982, oleh karena itu
merupakan kewajiban China untuk menghormati implementasi dari UNCLOS
1982,” katanya beberapa waktu lalu.
Indonesia, kata dia, tidak pernah akan mengakui nine dash-line, klaim
sepihak yang dilakukan oleh Tiongkok yang tidak memiliki alasan hukum yang
diakui oleh hukum internasional terutama UNCLOS 1982.
Isu kedaulatan kembali mengemuka dalam dua pekan terakhir setelah kapal-kapal
penangkap ikan China melanggar Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di perairan Natuna.
Dikawal oleh kapal penjaga pantai China, kapal-kapal asing itu bersikukuh
melakukan penangkapan ikan di lokasi yang berjarak sekitar 130 mil dari
perairan Ranai, Natuna.
Merasa hak berdaulatnya telah diusik, TNI mengerahkan delapan KRI, satu pesawat
jenis Boeing, serta empat unit pesawat F-16 untuk berpatroli dan mengamankan
perairan Natuna, karena sesuai UNCLOS 1982 China tidak memiliki hak apa pun
atas perairan tersebut. (ki)