Kamis, 5 Maret 2020
Jakarta,
MINDCOMMONLINE.COM-PT Pertamina (Persero) bersama 4 institusi lainnya, yaitu Badan
Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral (Balitbang ESDM),
Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), PT Pupuk Indonesia, dan
Institut teknologi Bandung (ITB) akan membangun pabrik percontohan bahan bakar
nabati biohidrokarbon di area pabrik Pupuk Sriwijaya di Palembang, Sumatera
Selatan.
Pabrik ini akan memproduksi diesel biohidrokarbon, terutama Bioavtur J100 yang
akan digunakan untuk uji properti, uji statik, dan uji terbang. Pabrik
percontohan dirancang dengan kapasitas 1.000 liter diesel biohidrokarbon atau
Bioavtur per hari.
Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman dalam
keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Rabu, menjelaskan setelah
penandatangan Nota Kesepahaman, Pertamina dan ITB akan menyusun perencanaan dan
kajian, monitoring, evaluasi teknis dan hukum untuk penelitian hingga strategi
komersialisasi teknologi untuk optimalisasi pengembangan pemanfaatan BBN.
Rencana pembangunan pabrik contoh tersebut diawali dengan Nota Kesepahaman
terkait Kerja Sama Penelitian dan Pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN) yang
ditandatangani oleh Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, Kepala Balitbang
ESDM Dadan Kusdiana, Direktur Utama BPDP KS Dono Boestami, Direktur Utama Pupuk
Indonesia Aas Asikin Idat, dan Rektor ITB Reini D Wirahadikusumah di Gedung
Aula Barat, ITB di Bandung, Rabu, 4 Maret 2020.
“Selain menyusun perencanaan, Pertamina dan empat lembaga lainnya akan
melakukan penguatan kompetensi sumber daya manusia dan alih teknologi dan ilmu
pengetahuan antarinstansi,” katanya.
Di samping itu, kerja sama ini juga akan mendorong pembangunan pabrik
percontohan Bahan Bakar Nabati (BBN) Biohidrokarbon di area pabrik Pupuk
Sriwijaya di Palembang, Sumatera Selatan.
Menurut Fajriyah, pabrik percontohan BBN biohidrokarbon tersebut dirancang
untuk mengolah bahan baku berupa minyak nabati industrial (Industrial Vegetable
Oil/IVO) menjadi diesel biohidrokarbon dan minyak laurat industrial (Industrial
Lauric Oil/ILO) menjadi bioavtur.
“Pembangunan dan pengoperasian pabrik contoh ini diperkirakan akan memerlukan
anggaran sekitar Rp 75 milyar per tahun,” tandasnya. (ki)