Kamis, 19 Maret 2020
Jakarta,
MINDCOMMONLINE.COM-Meski Pulau Bali sebagai kawasan pariwisata tampak lengang
sejak pemerintah menerapkan social distancing (jaga jarak dari aktivitas
sosial) untuk mencegah penyebaran Virus Corona baru atau COVID-19 sejak 16
Maret lalu, aktivitas masyarakat Pulau Dewata tetap terlihat “hidup”
seperti biasanya.
“Kawasan ini biasanya macet, bahkan kendaraan hanya berjalan satu meter,
berhenti, lalu jalan lagi, dan berhenti lagi, saking macetnya, tapi sekarang
hanya ada 2-3 kendaraan yang melintas, jadi longgar,” kata Indra, warga
yang melintasi Jl. Imam Bonjol, Denpasar, Kamis (19/3).
Tidak hanya itu, ia mengaku saat berbelanja di pusat oleh-oleh di kawasan Kuta,
Kabupaten Badung, pun tidak terlalu padat pengunjungnya. “Masuk area pusat
oleh-oleh sini biasanya antre dan di dalam juga berjubel, tapi sekarang tidak
banyak pembelinya,” katanya.
Namun, aktivitas masyarakat Bali agaknya masih tetap “hidup” seperti
biasanya, seperti di pasar swalayan, tempat ibadah/pura, maupun di jalanan,
bahkan di kawasan Denpasar masih tergolong ramai, meski perkantoran tidak
terlalu banyak pegawai masuk dan sekolah pun libur.
“Memang tidak ramai, tapi pembeli masih ada. Mungkin karena kebutuhan
primer memang menjadi kebutuhan pokok masyarakat, jadi kasihan masyarakat kalau
toko kami tutup,” kata pegawai sebuah pasar swalayan di kawasan Ubung,
Firda.
Sementara itu, tempat ibadah, seperti pura dan musholla/masjid di Kota Denpasar
juga masih terlihat kegiatan seperti biasanya, bahkan musholla di dekat
lapangan Lumintang (Gatsu VI) masih didatangi puluhan warga yang beribadah,
atau juga pertemuan pengurus musholla itu.
Jangan takut ke Bali
Selain warga lokal, para pendatang dari luar Bali pun masih terlihat, seperti
di beberapa tempat wisata dan pusat oleh-oleh yang kini banyak didominasi
wisatawan Nusantara, meski informasi tentang virus itu cukup “gawat”
di media sosial.
“Jangan takut ke Bali. Siswa SMP 8 Kota Pasuruan sudah melakukan rekreasi
ke Bali. Alhamdulillah, mereka pulang selamat dan dinyatakan tidak
terinfeksi atau negatif Corona,” ujar seorang guru dari Pasuruan, Musa,
saat melaporkan kabar kedatangan di kampung halamannya melalui media sosial.
Untuk mengetahui kondisi objek pariwisata terkini, Wakil Gubernur Bali Tjokorda
Oka Artha Ardha Sukawati melakukan peninjauan ke objek wisata Monkey Forest di
Ubud, Kabupaten Gianyar, 17 Maret lalu.
“Objek pariwisata Monkey Forest di Ubud masih tetap ramai, jumlah
wisatawan di sini memang menurun, tapi wisatawan China yang biasanya
mendominasi kini ditutupi oleh wisatawan dari negara lain dan wisatawan
Nusantara,” katanya.
Oleh karena itu, pihaknya tidak ada rencana menutup objek wisata, melainkan
pengelola objek wisata diminta untuk menyiapkan SOP kesehatan untuk melindungi
wisatawan dengan pola hidup bersih dan sehat (PHBS), seperti cairan pembersih
tangan (hand sanitizers), penyemprotan disinfektan, dan pemberian vitamin.
Sementara itu, ahli virus atau virologist dari Balai Besar Penelitian
Veteriner Balitbang Kementan RI drh Moh Indro Cahyono dalam video yang
diunggahnya sendiri menegaskan bahwa tingkat kematian COVID-19 sebenarnya hanya
tiga persen, atau lebih tinggi SARS yang mencapai 9 persen. Bila tingkat
kematian karena COVID-19 itu hanya 3 persen, maka ada 97 persen yang sembuh.
“Jadi, COVID-19 menjadi gawat karena masyarakat mengalami paranoid akibat
paparan medsos yang mencekoki input menakutkan secara gencar, padahal kematian
karena COVID-19 itu umumnya juga bukan hanya karena flu, tapi pasien memiliki
komplikasi bawaan. Solusinya, perbanyak vitamin C, E atau madu, kalau
flu/pilek, tapi kalau hari ke-7 mengalami sesak nafas, maka langsung ke
dokter,” katanya. (ki)