Rabu, 13 Mei 2020
Jakarta, MINDCOMMONLINE.COM – Situasi pandemi dan ketidakpastian yang tinggi mengharuskan Pemerintah untuk mempersiapkan beberapa skenario perkembangan ekonomi ke depan. Pertumbuhan ekonomi kuartal I yang hanya sebesar 2,97 persen menunjukkan telah terjadi koreksi yang cukup tajam. Hal ini mengindikasikan tekanan lebih berat akan dialami sepanjang tahun 2020, yang artinya pertumbuhan ekonomi terancam bergerak dari skenario berat sebesar 2,3 persen menuju skenario sangat berat yaitu kontraksi -0,4 persen. Untuk itu, langkah dan kebijakan penanganan pandemi Covid-19 dan dampak sosial ekonomi harus terus diperkuat dan dilaksanakan dengan efektif agar pemburukan lebih lanjut dapat diminimalkan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Selasa (12/5), menyampaikan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) tahun 2021 kepada DPR RI dalam Rapat Paripurna DPR Ke-15 Masa Persidangan III Tahun Sidang 2019-2020. KEM-PPKF adalah dokumen yang akan digunakan sebagai bahan Pembicaraan Pendahuluan dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2021.
Pada kesempatan itu Menkeu Sri Mulyani menyatakan bahwa Kebijakan fiskal tahun 2021 mengangkat tema “Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Reformasi.” Tema ini selaras dengan tema Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2021 yaitu “Mempercepat Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Sosial”, dengan fokus pembangunan pada pemulihan industri, pariwisata, dan investasi, reformasi sistem kesehatan nasional dan jaring pengaman sosial serta reformasi sistem ketahanan bencana. Fokus pembangunan ini diharapkan mampu menghidupkan kembali mesin ekonomi nasional yang sedang berada dalam momentum pertumbuhan.
Dokumen KEM-PPKF Tahun 2021 disusun dengan mengacu kepada Arah Pembangunan yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang telah ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tanggal 20 Januari 2020. Namun dengan terjadinya pandemi global Covid-19 sejak awal tahun 2020, menyebabkan perlunya penyesuaian fundamental dalam pengelolaan perekonomian nasional yang berdampak pada keuangan negara. “KEM-PPKF 2021 disusun di tengah pandemi Covid-19 yang mencerminkan berbagai ketidakpastian tinggi akibat penyebaran Covid-19 secara global, yang masih belum dapat dipastikan kapan dan bagaimana akan dapat diatasi,” ujar Menkeu.
Dengan mempertimbangkan segala risiko dan ketidakpastian yang ada, serta potensi pemulihan ekonomi global dan nasional di tahun depan, Pemerintah mengusulkan kisaran indikator ekonomi makro yang digunakan sebagai dasar penyusunan RAPBN 2021 adalah sebagai berikut: pertumbuhan ekonomi 4,5-5,5 persen; inflasi 2,0-4,0 persen; tingkat suku bunga SBN 10 tahun 6,67-9,56 persen; nilai tukar Rupiah Rp14.900-Rp15.300/US$; harga minyak mentah Indonesia US$40-50/barel; lifting minyak bumi 677-737 ribu barel per hari; dan lifting gas bumi 1.085-1.173 ribu barel setara minyak per hari.
Dengan fokus kepada pemulihan ekonomi dan tantangan yang akan dihadapi di masa mendatang maka reformasi diarahkan pada bidang kesehatan, perlindungan sosial, pendidikan, Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD), serta belanja negara. “Dampak Covid-19 membuka fakta perlunya dilihat kembali pola hubungan Pusat-Daerah dalam melaksanakan pembangunan nasional. Realokasi dan refokusing yang telah dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah di 2020 menyadarkan kita bahwa anggaran belanja APBN dan APBD masih bisa dikelola dengan lebih baik lagi,” ungkap Menkeu.
Reformasi anggaran belanja akan terus dilakukan melalui penajaman fokus prioritas (zero-based budgeting), beorientasi hasil (result-based budgeting), dan perlu alokasi yang bersifat antisipatif (automatic stabilizer) sebagai shock-absorber otomatis dalam menghadapi ketidakpastian. Kebijakan perpajakan 2021 diarahkan antara lain pada pemberian insentif yang lebih tepat, relaksasi untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional, optimalisasi penerimaan melalui perluasan basis pajak, serta peningkatan pelayanan kepabeanan dan ekstensifikasi barang kena cukai.
Sementara itu, kebijakan PNBP 2021 diarahkan untuk melanjutkan proses reformasi sejalan dengan amanat UU No. 9 Tahun 2019 tentang PNBP. Sedangkan kebijakan sisi pembiayaan tahun 2021 diarahkan untuk mendukung countercyclical stabilisasi ekonomi yang dilakukan secara terukur dan berhati-hati dengan terus menjaga sumber-sumber pembiayaan yang berkelanjutan agar rasio utang terjaga dalam batas aman.
Tahun 2021 menjadi tahun penting dalam proses pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi Covid-19 sekaligus momentum yang tepat dalam melakukan reformasi struktural agar perekonomian Indonesia kembali pada tren pertumbuhan. Keberhasilan melakukan langkah-langkah pemulihan dan reformasi menjadi faktor penting yang akan menentukan keberhasilan Indonesia meningkatkan produktivitas dan daya saing bangsa menuju Visi Indonesia Maju 2045.
Selanjutnya, pemerintah mengharapkan dukungan, masukan, dan kerja sama seluruh anggota Dewan dalam pembahasan KEM-PPKF tersebut sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. (rud)