Rabu, 15 Juli 2020
Jakarta, MINDCOMMONLINE.COM – Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Srie Agustina menyatakan, Indonesia berpeluang besar untuk
memenuhi pasokan kebutuhan biomassa yang dibutuhkan Jepang. Peluang ini terbuka sejalan
dengan pencanangan kebijakan energi ramah lingkungan (green energy) oleh Pemerintah Jepang
dalam Basic Energy Plan 2030 yang menargetkan produksi listrik sebesar 1.065 Twh.
Dalam kebijakan tersebut, 3,7–4,6 persen sumber energinya berasal dari bahan baku biomassa.
Srie mengharapkan Indonesia dapat memberikan produk yang berkelanjutan, baik dari segi
kuantitas, harga, dan terutama kualitas. Hal ini disampaikan Srie saat menjadi pembicara kunci
dalam seri web seminar (webinar) Indonesia-Japan 20/21 Market Access Workshop: Renewable
Energy yang diselenggarakan perwakilan perdagangan Indonesia di Jepang pada Selasa, (14/7).
“Revolusi proyek-proyek pembangkit energi di Jepang ke sektor energi terbarukan yang banyak
terjadi saat ini membutuhkan pemenuhan pasokan bahan baku biomassa. Ini membuka peluang
bagi Indonesia sebagai negara yang memiliki potensi hutan dan penghasil minyak kelapa sawit
(palm oil) terbesar dunia, untuk mengisi kebutuhan biomassa di Jepang, khususnya yang berasal
dari cangkang sawit (palm kernel shell/PKS) dan pelet kayu (wood pellet),” ujar Srie.
Srie menjelaskan, Jepang merupakan salah satu negara yang konsisten meningkatkan penggunaan
sumber energi terbarukan, terutama sejak bencana nuklir yang terjadi di Fukushima pada 2011.
Pemerintah Jepang mendorong penggunaan energi terbarukan dalam skala besar dengan
kebijakan Feed in Tariff System (FIT) yang diperkenalkan sejak delapan tahun lalu.
Dengan skema tersebut, pemerintah Jepang mewajibkan perusahaan listrik membeli listrik dari
sumber energi terbarukan, baik yang berasal dari angin, tenaga surya, dan biomassa dengan tarif
sama selama 20 tahun. Kebijakan insentif yang diberikan pemerintah Jepang melalui FIT telah
membuat siklus investasi ke sektor energi terbarukan mengalami peningkatan yang masif.
Guna menangkap peluang ekspor biomassa Indonesia di pasar Jepang, perwakilan perdagangan
Indonesia di Jepang melalui Atase Perdagangan KBRI Tokyo bekerja sama dengan Indonesian
Trade Promotion Center (ITPC) Osaka menjadikan webinar kali ini untuk memberikan pembaruan
informasi pasar biomassa Jepang, khususnya di era pandemi Covid-19, kepada para eksportir
Indonesia. Melalui webinar ini, importir Jepang juga memberikan gambaran dan masukan positif
bagi pengembangan pasar ekspor produk biomassa Indonesia.
Hadir sebagai narasumber dalam webinar ini adalah Peneliti Senior Renewable Energy Institute
dan perwakilan importir Jepang, Takanobu Aikawa, dan General Manager eREX Singapore Pte.,
Ltd., Hiraoki Goto.
Dalam paparannya, kedua narasumber menyampaikan besarnya potensi dan peluang pasar
biomassa di pasar Jepang, serta pentingnya aspek keberlanjutan (sustainability) produk yang
menjadi perhatian utama Pemerintah dan pelaku bisnis Jepang. Sebelumnya, Pemerintah Jepang
telah memberikan kelonggaran atas kebijakan yang mewajibkan perusahaan eksportir PKS untuk
mengantongi sertifikat Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) hingga 2021.
Selain itu, Atase Perdagangan Jepang bekerja sama ITPC Osaka dan Badan Pengelola Dana
Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) juga telah secara aktif berpartisipasi dalam pameran
perdagangan internasional terbesar di Jepang, The International Biomass Expo, yang berlangsung
Tokyo pada 26—28 Februari 2020. Keikutsertaan dalam pameran ini merupakan upaya promosi
ekspor yang tepat untuk produk biomassa Indonesia.
Atase Perdagangan Tokyo, Arief Wibisono mengungkapkan, konsumsi cangkang sawit dan pelet
kayu di Jepang cukup besar sehingga peluang bagi Indonesia juga luas. “Produk biomassa
Indonesia tentu memiliki peluang memimpin pasar di Jepang asalkan kualitas dan kuantitas
produk kita dapat dipertahankan sesuai standar yang dibutuhkan pasar Jepang,” ujarArief.
Sementara itu, Kepala ITPC Osaka, Ichwan Joesoef menambahkan, untuk menjawab tantangan dan
isu keberlanjutan produk biomassa Indonesia di pasar Jepang, diperlukan sinergi yang baik dalam
komunikasi dan promosi antara Indonesia dan Jepang sehingga mendorong perbaikan kualitas dan
standar produk yang diinginkan.
“Dengan adanya webinar ini, diharapkan kolaborasi antara pemerintah dan pelaku usaha
biomassa Indonesia dan Jepang dapat terjalin semakin erat, sehingga Indonesia dapat
memanfaatkan peluang ekspor biomassa yang ditawarkan Jepang secara optimal,” pungkas
Ichwan.
Berdasarkan data BPS yang diolah Kementerian Perdagangan, total perdagangan Indonesia dan
Jepang pada 2019 tercatat sebesar USD 31,6 miliar dan surplus bagi Indonesia sebesar USD 341,43
juta. Sedangkan pada Januari—Mei 2020, total perdagangan kedua negara mencapai USD 11,1
miliar atau menurun 16,38 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang
senilai USD 13,27 miliar. Adapun untuk kinerja ekspor produk biomassa Indonesia ke Jepang pada
Januari—April 2020, tercatat USD 15,27 juta atau meningkat 0,7 persen dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya. (ray)