Senin, 12 Oktober 2020
Jakarta, MINDCOMMONLINE.COM – Setelah baku serang selama dua pekan, dua kubu, yaitu Armenia dan Azerbaijan, sepakat gencatan senjata. Selama itu baik pasukan Angkatan Bersenjata Armenia maupun Azerbaijan sama-sama terus melancarkan ke sejumlah titik di panggung pertempuran Nagorno-Karabakh (Artsakh).
Sejak kembali pecah pada 27 September 2020, Perang Armenia-Azerbaijan diyakini sudah merenggut 4.000 nyawa dari kedua belah pihak. Catatan itu termasuk prajurit dan warga sipil kedua negara bertetanngga tersebut. Tak hanya itu, menurut laporan yang dikutip viva.co.id dari Daily Sabah, ada ratusan tentara bayaran Turki yang juga ikut jadi korban tewas.
Namun, pada akhir pekan lalu, perundingan kedua belah pihak di Moskow, Rusia, menemui titik temu, yaitu gencatan senjata. Perundingan selama 10 jam ini dihadiri Menteri Luar Negeri Armenia, Zohrab Mnatsakanyan, dan Menteri Luar Negeri Azerbaijan, Elmar Mammadyarov, telah bertemu dan difasilitasi oleh negara-negara yang tergabung dalam OSCE (Organisasi Keamanan dan Kerja Sama Eropa) Minsk.
Dikabarkan, ternyata, ada sebuah taktik cerdik yang dijalankan oleh Presiden Azerbaijan, Ilham Aliyev, yang membuat Armenia pada akhirnya sepakat untuk menghentikan perang.
“Sebagai hasil dari perundingan 10 jam di Moskow, yang berlanjut hingga Sabtu malam, Armenia dan Azerbaijan sepakat untuk menghentikan permusuhan di Nagorno-Karabakh yang dilanda konflik mulai siang hari. Armenia dan Azerbaijan telah sepakat selama pembicaraan di Moskow untuk menjaga format pembicaraan di Nagorno-Karabakh tidak berubah,” Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov.
Di sisi lain, ternyata ada peran Aliyev di balik tercapainya kesepakatan gencatan senjata Armenia dan Azerbaijan. Aliyev menyatakan jika ia beserta jajarannya di pemerintahan, berulang kali berkomunikasi dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, terkait penyelesaian konflik.
Aliyev tahu bagaimana ketergantungan Armenia terhadap Rusia, sebagai sekutu terbesarnya. Oleh sebab itu, Aliyev menegaskan, Armenia seharusnya berterima kasih kepada Putin yang telah menyelamatkan negaranya.
“Saat Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan memberi kami ultimatum, saat dia menghina perasaan orang-orang Azerbainan, dia seharusnya dihukum karena itu. Kami membiarkan di berterima kasih kepada Putin bahwa Rusia sekali lagi telah menyelamatkan Armenia,” kata Aliyev menegaskan.
“Rusia sebagai tetangga kami dan negara yang memiliki kesamaan sejarah dengan Azerbaijan dengan Armenia, tentu saja memainkan peran khusus. Hal itu didasarkan pada sejarah dan kerja sama rakyat kami, serta bobot dan peran Rusia dalam dunia, dan tentu saja di kawasan kami,” katanya.
Pada pekan lalu, Putin sempat memberikan pernyataan jika Rusia tidak akan memberikan bantuan dalam perang kepada Armenia. Meski demikian, Putin mendesak agar Armenia dan Azerbaijan segera melakukan perundiangan gencatan senjata.
Meski Rusia dan Armenia terikat dalam Pakta Pertahanan Keamanan Kolektif (CSTO), Putin menegaskan jika negaranya tidak wajib memberikan bantuan militer. Hal ini disebabkan karena Perang Armenia-Azerbaijan meletus di Nagorno-Karabakh (Artsakh), dan bukan terjadi di wilayah Armenia. (au)