Senin, 7 Desember 2020
Jakarta, MINDCOMMONLINE.COM-Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus pacu produktivitas dan daya saing industri keramik di Tanah Air, karena dinilai berpotensi besar untuk dikembangkan mengingat ketersediaan bahan bakunya tersebar di sejumlah daerah.
“Secara kapasitas dan kemampuan, industri keramik kita telah mampu memenuhi kebutuhan nasional dan kami mendorong pemanfaatan teknologi guna menciptakan produk yang inovatif dan kompetitif,” kata Direktur Industri Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian Non Logam Kemenperin Adie Rochmanto Pandiangan di Jakarta, Minggu (6/12).
Menurut dia, sejumlah kebijakan strategis telah dijalankan untuk mendongkrak daya saing industri keramik nasional, antara lain dengan menerapkan safeguard atau pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengaman (BMTP) terhadap impor produk ubin keramik. Selain itu, pemberlakuan harga gas bumi untuk industri sebesar US$ 6 MMBTU.
“Upaya pemerintah yang telah dilakukan tersebut, sangat mendongkrak pemulihan kinerja industri keramik nasional dan dirasakan juga manfaatnya dengan adanya peningkatan permintaan pasar dalam negeri maupun ekspor,” kata Adhie melalui keterangan tertulis.
Saat ini, utilisasi produksi industri keramik nasional mulai melonjak hingga 65% pada November 2020. “Diharapkan akan terus meningkat sampai dengan akhir tahun 2020 sebesar 70% dari sebelumnya hanya utilisasi hanya 45% – 50% karena pandemi Covid-19,” jelas Adie.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Muhammad Khayam optimis kebijakan yang telah diterbitkan pemerintah dapat meningkatkan pertumbuhan industri di tengah masa pandemi.
“Kami mengapresiasi industri manufaktur dalam negeri, termasuk industri keramik yang telah menunjukkan keuletan dan mampu memanfaatkan peluang rebound dengan dukungan pemerintah,” tuturnya.
Ketua Umum Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto mengemukakan pemulihan industri keramik terlihat dari hasil kinerja ekspornya. Sepanjang Januari-September 2020, pengapalan produk keramik nasional mencapai US$ 49,8 juta, naik 24%, dan secara volume menembus angka 12,8 juta m2 atau meningkat 29%.
“Kinerja ekspor selama sembilan bulan di tahun ini merupakan yang tertinggi sejak tahun 2016,” kata Edy Suyanto.
Peningkatan nilai ekspor tersebut, menurut dia, karena membaik dan meningkatnya daya saing industri keramik dengan harga gas baru dan mulai dibukanya lockdown di negara-negara tujuan ekspor.
Adapun lima negara tujuan ekspor utama untuk produk keramik nasional, yaitu ke Filipina, Malaysia, Taiwan, Thailand dan Amerika Serikat.
“Lonjakan ekspor terjadi dengan tujuan negara Amerika Serikat mencapai 130%, Filpina sekitar 60%, dan Taiwan 40%,” sebut Edy.
Peningkatan ekspor di luar lima negara tujuan utama tersebut, juga terjadi di Australia dengan mencapai 50%.
“Permintaan ekspor ke Amerika Serikat meningkat tajam untuk produk-produk keramik segmen premium, di mana beberapa anggota Asaki telah mengadopsi teknologi terkini dan tercanggih saat ini untuk memproduksi keramik big slab beserta produk-produk olahan lainnya yang memberikan nilai tambah,” papar Edy. (sr)