Senin, 23 Agustus 2021
Jakarta, MINDCOMMONLINE.COM – Kebijakan PPKM darurat di awal bulan Juli 2021 memberi pengaruh signifikan terhadap kinerja ekspor pada Juli 2021. Kinerja ekspor tercatat sebesar USD 17,70 miliar, naik 29,32 persen jika
dibandingkan dengan Juli 2020 (YoY). Namun, nilai tersebut turun 4,53 persen (MoM)
dibandingkan bulan sebelumnya. Pada periode Juli 2021, ekspor migas turun sebesar 19,55 persen
dan nonmigas turun turun 3,46 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
“Pembatasan kegiatan telah mengakibatkan adanya keterbatasan aktivitas perekonomian mulai
dari produksi hingga konsumsi yang tercermin pada penurunan keluaran sektor industri
manufaktur, pesanan, dan kontraksi pada ekspor. Hal ini tercermin dari angka IHS Markit
Purchasing Manufacturing Index (PMI) Indonesia pada Juli 2021 yang turun menjadi 40,1. Hal ini
berarti terjadi kontraksi pada aktivitas industri,” terang Mendag Lutfi, Jumat (20/8).
Mendag Lutfi menyebut, secara kumulatif ekspor Januari—Juli 2021 tercatat sebesar USD 120,57
miliar, naik 33,94 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya (YoY). Peningkatan tersebut
dipengaruhi naiknya ekspor migas menjadi USD 6,81 miliar atau sebesar 48,33 persen dan ekspor
nonmigas menjadi USD 113,77 miliar atau sebesar 33,17 persen.
Produk yang mengalami penurunan ekspor pada Juli 2021 dibandingkan bulan sebelumnya yaitu
tembaga dan barang daripadanya (HS 74) turun 28,11 persen; kendaraan dan bagiannya (HS 87)
24,17 persen; besi dan baja (HS 72) 20,56 persen; mesin dan peralatan mekanis (HS 84) 20,41
persen; serta olahan daging dan ikan (HS 16) 16,62 persen.
Sedangkan produk ekspor nonmigas yang tercatat mengalami kenaikan jika dibandingkan bulan
sebelumnya, di antaranya pupuk (HS 31) naik 42,34 persen (MoM); lemak dan minyak
hewan/nabati (HS 15) 32,42 persen; nikel dan barang daripadanya (HS 75) 27,76 persen; produk
kimia (HS 38) 14,34 persen; olahan dari tepung (HS 19) 10,47 persen; serta pakaian dan
aksesorisnya bukan rajutan (HS 62) 10,46 persen.
Pada Juli 2021, kinerja ekspor Indonesia mengalami pelemahan di beberapa kawasan bila
dibandingkan bulan sebelumnya. Ekspor yang menunjukkan pelemahan signifikan, antara lain
ekspor ke Asia Tengah turun 47,52 persen, disusul Karibia turun 29,16 persen, dan Asia Barat
turun 27,60 persen.
Namun demikian, ekspor ke beberapa kawasan juga mengalami peningkatan bila dibandingkan
bulan sebelumnya. Seperti di kawasan Afrika Selatan naik 124,11 persen dan Afrika Timur naik
41,62 persen.
“Peningkatan ekspor nonmigas Indonesia ke beberapa kawasan Afrika menunjukkan bahwa
kawasan tersebut merupakan pasar potensial bagi produk Indonesia yang perlu didorong
pertumbuhannya,” tutur Mendag.
Secara kumulatif periode Januari—Juli 2021, kinerja ekspor Indonesia menunjukkan peningkatan
yang signifikan yaitu tumbuh 33,94 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Sebagian besar produk ekspor utama Indonesia mengalami peningkatan ekspor pada periode
tersebut. Peningkatan signifikan ditunjukkan oleh kelompok produk bijih, terak, dan abu logam (HS
26) dengan peningkatan sebesar 159,93 persen (YoY); disusul besi dan baja (HS 72) 91,91 persen;
produk kimia (HS 38) 73,49 persen; lemak dan minyak hewan/nabati (HS 15) 56,28 persen; dan
kendaraan dan bagiannya (HS 87) 49,90 persen.
Impor Turun
Pada Juli 2021, nilai impor Indonesia tercatat sebesar USD 15,11 miliar, turun 12,22 persen
dibanding bulan sebelumnya (MoM). Pelemahan disebabkan turunnya impor migas sebesar 22,27
persen dan impor nonmigas sebesar 10,67 persen.
Struktur impor Juli 2021 masih didominasi bahan baku/penolong sebesar 75,55 persen meskipun
nilainya turun 12,37 persen dibanding bulan sebelumnya (MoM). Impor bahan baku/penolong
yang turun signifikan, antara lain logam mulia, perhiasan/permata (HS 71) turun 56,98 persen
(MoM); bahan bakar mineral (HS 27) 36,38 persen; besi dan baja (HS 72) 19,39 persen; plastik dan
barang dari plastik (HS 39) 12,50 persen; serta bahan kimia organik (HS 39) 9,19 persen.
Sementara pangsa impor barang modal turun menjadi 13,71 persen dan nilainya turun 18,58
persen dibanding bulan sebelumnya (MoM). Impor barang modal yang turun signifikan antara lain
kereta api, trem dan bagiannya (HS 86) sebesar 85,73 persen (MoM); mesin dan peralatan
mekanis (HS 84) 18,39 persen; serta mesin dan perlengkapan elektrik (HS 85) 4,48 persen.
Sedangkan pangsa impor barang konsumsi selama periode Juli 2021 naik menjadi 10,74 persen
namun nilainya turun sebesar 1,22 persen dibanding bulan sebelumnya (MoM). Barang konsumsi
yang impornya turun signifikan antara lain gula dan kembang gula (HS 17) 25,06 persen (MoM)
serta serealia (HS 10) 16,90 persen (MoM).
Ditinjau dari negara asal, Tiongkok masih menjadi negara asal impor terbesar bagi Indonesia
dengan nilai mencapai USD 4,41 miliar atau dengan proporsi 29,21 persen dari total impor pada
Juli 2021. Nilai impor tersebut turun 7,73 persen dari bulan sebelumnya. Sementara itu, impor dari
Singapura berada di posisi terbesar kedua dengan nilai USD 1,19 miliar (7,86 persen). Nilai
tersebut turun 16,36 persen dibanding bulan sebelumnya. Selain kedua negara tersebut, impor
dari Jepang juga turun sebesar 11,70 persen dari bulan sebelumnya.
Secara kumulatif, total impor Indonesia selama periode Januari—Juli 2021 tercatat USD 106,15
miliar, naik 30,46 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya (YoY). Pertumbuhan impor
tersebut bersumber dari peningkatan impor migas sebesar 56,74 persen dan impor nonmigas
27,40 persen (YoY).
Beberapa produk yang memicu peningkatan impor nonmigas selama Januari—Juli 2021, antara
lain produk farmasi (HS 30) naik 173,41 persen; bahan bakar mineral (HS 27) 81,18 persen; logam
mulia, perhiasan/permata (HS 71) 77,39 persen; besi dan baja (HS 72) 60,13 persen; dan
ampas/sisa industri makanan (HS 23) naik 50,23 persen. (dya)